Sisa-sisa kerusuhan di Myanmar Maret lalu (Foto: AFP)
YANGON - Sekira 200 biksu di Myanmar melakukan pertemuan untuk menghentikan kekerasan terhadap warga Muslim yang menjadi minoritas di negara itu. Mereka menuduh sikap media yang memutarbalikan fakta mengenai agama Budha.
"Kami harus mencari tahu apakah biksu yang terlibat dalam kekerasan apakah biksu yang asli atau palsu. Harus diselidiki lebih lanjut dan harus ada aturan baru untuk menghentikan kekerasan," ujar juru bicara pertemuan Dhammapiya, seperti dikutip RINF, Sabtu (15/6/2013).
Berdasarkan laporan dari media, beberapa biksu mengangkat senjata dan mendorong dilakukannya kekerasan terhadap warga Muslim Myanmar. Namun Dhammapiya mendesak agar media menulis berita dengan informasi yang benar.
"Ada beberapa media yang melaporkan sesuai dengan etis. Tetapi ada juga dari mereka melaporkan berita karena mendapatkan sokongan dari beberapa organisasi. Kami menilai banyak pemberitaan yang tidak adil," lanjutnya.
Kekerasan yang pada awalnya dialami oleh warga etnis Rohingya di Myanmar menyebar ke wilayah lain di negeri itu. Kini, serangan juga diarahkan kepada warga Muslim yang sudah memiliki kewarganegaraan, bukan hanya warga Muslim yang menderita diskriminasi seperti etnis Rohingya.
Sekira 800 ribu warga Rohingya di wilayah barat Provinsi Rakhine tidak diakui kewarganegaraannya karena kebijakan diskriminatif yang menyebabkan mereka tidak diakui kewarganegaraannya. Mereka pun terus menjadi sasaran kekerasan, kekejaman dan tindak tidak adil dari rakyat dan Pemerintah Myanmar.